Notaris Kendal Rahmawan

Notaris Kendal Rahmawan

Hukum Perikatan dalam Sistem Hukum Indonesia: Pengertian, Jenis, Asas, dan Penerapannya dalam Praktik

Kendal - Dalam sistem hukum Indonesia, hukum perikatan menjadi salah satu bagian penting dalam mengatur hubungan hukum antara individu atau badan hukum yang satu dengan yang lain. Perikatan sendiri memiliki berbagai jenis dan asas yang harus dipatuhi agar dapat terlaksana dengan sah dan adil. Artikel ini akan membahas hukum perikatan, yang meliputi pengertian perikatan, jenis-jenisnya, asas-asas yang terkandung dalam perikatan, serta penerapan prinsip-prinsip hukum tersebut dalam praktik hukum di Indonesia.


Pengertian Hukum Perikatan

Hukum Perikatan adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antara dua pihak atau lebih yang saling berhubungan melalui hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian atau undang-undang. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, perikatan adalah hubungan hukum antara debitur dan kreditur yang muncul karena adanya perjanjian atau perbuatan hukum lainnya. Dalam perikatan ini, pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut.

Menurut Prof. Subekti, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak dalam lapangan harta kekayaan, di mana satu pihak, yaitu kreditur, berhak atas prestasi dan pihak lainnya, yaitu debitur, berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut.


Asas-Asas Hukum Perikatan

Hukum perikatan memiliki sejumlah asas yang menjadi dasar bagi pelaksanaan kontrak dan hubungan hukum yang terjadi. Berikut adalah beberapa asas utama dalam hukum perikatan:

1. Asas Konsensualisme (Kesepakatan)

Asas konsensualisme adalah asas yang mengharuskan adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam perikatan. Artinya, suatu perjanjian hanya sah apabila terdapat persetujuan yang bebas antara para pihak tanpa adanya paksaan, kekeliruan, atau penipuan. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya persetujuan dari kedua belah pihak.

2. Asas Kebebasan Berkontrak (Asas Terbuka)

Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa pun, dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, atau kesusilaan. Artinya, para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi dan bentuk perjanjian yang mereka buat.

3. Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Mengikat)

Asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa perjanjian yang telah dibuat secara sah harus dipenuhi dan diikuti oleh para pihak sebagaimana mestinya. Ini berarti bahwa perjanjian yang sah mengikat para pihak seperti undang-undang, dan tidak boleh dibatalkan begitu saja tanpa alasan yang sah.

4. Asas Kepribadian

Asas ini mengatur bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang terlibat langsung dalam perikatan. Dengan demikian, hanya pihak yang terikat dalam perjanjian yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut.


Jenis-Jenis Perikatan dalam Hukum Perdata

Hukum perikatan mengatur berbagai jenis perikatan yang timbul baik dari perjanjian maupun undang-undang. Berikut adalah beberapa jenis perikatan yang diatur dalam KUHPerdata:

1. Perikatan Bersyarat

Perikatan bersyarat adalah perikatan yang baru berlaku jika suatu kondisi tertentu terjadi. Menurut Pasal 1253 KUHPerdata, perikatan ini hanya berlaku jika ada syarat yang terpenuhi terlebih dahulu.

2. Perikatan dengan Ketetapan Waktu

Perikatan jenis ini mengharuskan pemenuhan kewajiban pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Pasal 1268 KUHPerdata mengatur tentang perikatan dengan ketetapan waktu ini, di mana waktu menjadi bagian integral dalam pelaksanaan perjanjian.

3. Perikatan Alternatif

Perikatan alternatif adalah perikatan di mana debitur diberi pilihan untuk memenuhi salah satu dari beberapa kewajiban yang telah disepakati. Pasal 1272 KUHPerdata mengatur tentang perikatan alternatif ini, yang memungkinkan debitur memilih untuk melakukan salah satu kewajiban dari beberapa pilihan yang ada.

4. Perikatan Tanggung Menanggung

Dalam perikatan tanggung-menanggung, beberapa pihak bertanggung jawab bersama untuk memenuhi kewajiban perikatan, namun setiap pihak hanya bertanggung jawab terhadap bagian tertentu dari kewajiban tersebut. Pasal 1280 KUHPerdata mengatur tentang perikatan ini.

5. Perikatan yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi

Pasal 1296 KUHPerdata membedakan antara perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, di mana pada perikatan yang dapat dibagi, kewajiban dapat dilaksanakan oleh masing-masing pihak sesuai bagian mereka, sementara pada perikatan yang tidak dapat dibagi, kewajiban harus dipenuhi oleh seluruh pihak secara bersamaan.


Sumber-Sumber Perikatan

Perikatan dapat timbul dari beberapa sumber, antara lain:

  1. Perjanjian (Pasal 1233 KUHPerdata): Perikatan yang berasal dari kesepakatan yang dibuat oleh para pihak yang terlibat.
  2. Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPerdata): Perikatan yang timbul karena hubungan hukum yang diatur dalam undang-undang, misalnya dalam hubungan kekeluargaan atau hubungan hukum lainnya.
  3. Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) (Pasal 1365 KUHPerdata): Perikatan yang timbul akibat perbuatan yang melanggar hukum yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain.

Subjek dan Objek Perikatan

Dalam hukum perikatan, terdapat dua elemen utama: subjek dan objek perikatan.

Subjek Perikatan

Subjek perikatan terdiri dari dua pihak utama: kreditur (pihak yang berhak atas prestasi) dan debitur (pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi). Dalam perikatan, setiap pihak memiliki hak dan kewajiban yang saling mengikat.

Objek Perikatan

Objek perikatan adalah prestasi yang harus dipenuhi oleh debitur. Pasal 1234 KUHPerdata menjelaskan bahwa prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.


Macam-Macam Wanprestasi

Wanprestasi adalah keadaan di mana debitur gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian. Wanprestasi dapat berupa:

  1. Tidak memenuhi kewajiban sama sekali.
  2. Terlambat memenuhi kewajiban.
  3. Tidak sesuai dengan perjanjian (keliru dalam pelaksanaan kewajiban).

Jenis Tuntutan atas Wanprestasi

Kreditur dapat menuntut beberapa hal jika debitur melakukan wanprestasi:

  1. Pemenuhan kewajiban.
  2. Pemenuhan kewajiban dengan ganti rugi.
  3. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.

Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeure)

Keadaan memaksa adalah peristiwa yang menyebabkan debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya, yang di luar kendali pihak debitur. Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata mengatur tentang keadaan ini, yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan debitur dari kewajibannya dalam perikatan.


Kesimpulan

Hukum perikatan adalah bagian yang sangat penting dalam hukum perdata Indonesia yang mengatur hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Dengan memahami asas-asas hukum perikatan, jenis-jenis perikatan, dan berbagai elemen yang terkait, kita dapat memastikan bahwa setiap transaksi dan perjanjian yang dilakukan dapat berjalan dengan sah, adil, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Posting Komentar

0 Komentar